Dislutkan Prioritaskan Penataan Infrastruktur Dasar
Kadislutkan Suumbawa Ir. Dirmawan menyatakan, pada 2006 pihaknya akan lebih memprioritaskan penataan infrastruktur dasar perikanan.
Infrastruktur dasar tersebut menyangkut penataan jaringan irigasi tambak, kelanjutan pembangunan Balai Benih Multi Spesies, pengembangan sarana dan prasarana daerah kepulauan, wisata bahari berbasis masyarakat hingga kesoal peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP).
"Pengembangan balai benih ikan pantai menjadi balai benih multi species akan diperluas dengan pengembangan sejumlah komoditi seperti budidaya mutiara, nener dan kerapu, kendati dalam tahap awal lebih dikhususkan pada pengembangan komoditi udang," jelas Dirmawan kepada Gaung NTB, kemarin.
Untuk pengembangan sarana dan prasarana di daerah kepulauan berpenghuni seperti pulau Moyo akan diupayakan peningkatan status Swamitra mina yang selama ini telah mampu memberikan permodalan kepada masyarakat pesisir karena mendapat dukungan Bukopin NTB.
Saat ini jumlah modal berputar Swamitra Mina dengan lokasi pilot proyek di Desa Labuhan Sumbawa telah mencapai Rp.1 Miliar, padahal modal awal yang diperoleh dari pemerintah tahun 2004 lalu (direalisasi tahun anggaran 2005 hanya Rp. 500 juta,"katanya).
Dengan mendapat pembinaan dari Bukopin diharapkan sistem of-line dapat dirubah pada tahun 2006 menjadi On-Line, sehingga kebutuhan masyarakat yang memerlukan kebutuhan modal besar akan dapat dilayani dengan baik. Ini merupakan sala satu program bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir di daerah ini," tandas Dirmawan.
Sementara itu, berbicara tentang fokus pengembangan perikanan budidaya potensi besar, pihaknya akan mengembangkan budi daya air laut, tambak dan air payau yang kesemuanya perlu dukungan sarana dan prasarana pendukung. "Tambak misalnya, perlu pembenahan irigasi maupun pengembangan hatchery untuk mencukupi keperluan benih, apalagi kebutuhan benur (bibit Udang) mencapai 500-600 juta ekor setiap tahun, "tandasnya.
Sebelumnay sudah ada pembibitan udang (Hatchery) namun hanya mampu berproduksi maksimum200 juta per tahun,sehingga kekurangannya harus disuplai dari luar daerah seperti Lampung, Bali dan Jawa. Ini beresiko dari sisi "Cost" dan biaya operasional yang tinggi, disamping kekhawairan menyebarnya Virus.